Kesucian Bulan Muharram Yang Ternoda
Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi
Bulan Muharram adalah bulan yang istimewa dalam Islam. Nabi menyebutkan bulan Muharrom dengan nama Syahrulloh (bulan Alloh). Rasulullah bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
Puasa yang paling afdhol setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada Syahrulloh (bulan Allah) Muharrom. (HR. Muslim 1163)
Al-Hafizh Ibnu Rajab mengatakan:
“Nabi memberi nama Muharam dengan Syahrulloh. Penyandaran bulan ini kepada Alloh menunjukkan kemuliaan dan keutamaannya. Karena Allah tidak akan menyandarkan sesuatu kepada diriNya kecuali pada makhlukNya yang khusus”. (Lathoiful Maarif, hal. 81)
Oleh karenanya, para salaf dahulu sangat mengagungkan bulan Muharram dengan berlomba-lomba dalam amal shalih sebagai bekal akhirat.
Abu Utsman an-Nahdi mengatakan:
“Adalah para salaf mengagungkan tiga waktu dari sepuluh hari yang utama: Sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari pertama bulan Muharram”.
Diantara amalan inti yang sangat dianjurkan adalah puasa Asyuro (10 Muharram) yang keutamaannya bisa menghapus dosa satu tahun yang lalu.
Rasulullah bersabda:
صِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
Puasa ‘Asyuro aku memohon kepada Alloh agar dapat menghapus dosa setahun yang lalu. (HR. Muslim 1162)
Demikianlah kemuliaan dan keagungan bulan Muharram. Maka atas dasar apakah keyakinan sebagian masyarakat kita yang malah menganggap bulan mulia ini sebagai bulan sial, kramat, angker dan menyeramkan?
Sungguh itu adalah mitos jahiliiyah yang sangat bertentangan dengan Islam, dan tidak didukung secara ilmiah, ia hanyalah khurofat yang menodai keindahan bulan ini karena mengandung tathoyyur (merasa sial) dan celaan kepada waktu yang berkonsekwensi celaan kepada Pencipta waktu yaitu Allah.